Menilik di Balik Sebuah Penelitian Sosial

Posted by Yunita Fauziyyah on November 13, 2016
Pengalaman

2

Berinteraksi dengan orang lain merupakan kebutuhan setiap orang. Hal tersebut disebabkan karena manusia merupakan  makhluk sosial. Artinya untuk mendapatkan kebutuhannya, setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain.  Untuk menjalankan aktivitasnya terkadang manusia juga memerlukan manusia lainnya. Layaknya penelitian sosial yang mau tidak mau harus melibatkan orang lain. Entah orang tersebut akan menjadi objek atau sumber informasi yang diperlukan. Di sini saya ingin bercerita tentang pengalaman pertama kalinya terjun lapangan untuk memenuhi tugas. Sudikah kalian membaca cerita yang entah bermanfaat atau tidak menurut kalian.

Semua ini berawal dari saat hari kamis datang untuk memulai kegiatan. Saya datang ke Fisipol pagi-pagi karena jadwal mata kuliahnya adalah metode penelitian. Salah satu dosen pengampunya ialah Prof. Tadjudin, panggilannya. Dikarenakan beliaulah saya dan juga mahasiswa sosiologi lainnya harus datang pagi-pagi sekali. Alasannya karena Prof. Tadjudin ini sangat disiplin, sehingga mahasiswa tidak diperbolehkan untuk terlambat satu menit saja. Jikalau terlambat maka tidak boleh masuk kelas. Atau boleh juga masuk dalam kelas beliau tetapi harus menjalankan sebuah konsekuensi, seperti: menyanyi, menari, membaca puisi, atau yang lainnya. Walaupun Prof. Tadjudin ini sangat menjunjung tinggi nilai kedisiplinan, tetapi beliau memiliki banyak pengalaman yang sayang untuk dilewatkan. Maka dari itu, rasanya akan rugi jika tidak mengikuti kuliah metode penelitian tersebut.

Kembali pada cerita, saat kuliah metode penelitian ini selesai kami mendapatkan tugas kelompok untuk melakukan penelitian kecil-kecilan. Penelitian tersebut terkait dengan penerapan Kartu Indonesia Pintar di Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kami hanya diberikan waktu seminggu saja untuk menyelesaikannya. Maka dari itu, saya menyebutkan tugas ini sebagai penelitian kecil-kecilan. Sebelum benar-benar turun lapangan, kami diberi pengarahan oleh Prof. Tadjudin terlebih dahulu. Bagaimana urutan dalam bekerja, wawancara, dan lain-lain.

Pemilihan kelompok sudah ditentukan seminggu yang lalu, jadi hanya tinggal mengorganisirnya kembali. Pada hari Jumat, sehari setelah pemberian tugas, kelompok saya memilih untuk berkumpul untuk mendiskusikan rencana penelitian tersebut. Diskusi tentang sekolah mana saja yang akan dikunjungi, beberapa pertanyaan, dan teknis dokumentasi saat penelitian berlangsung. Saya lebih memilih untuk menjadi dokumentator penelitian, alasannya saya sekalian belajar dalam dunia fotografi dan memanfaatkan kamera yang ada. Beberapa pertanyaan juga sudah diatur, tinggal nanti ditambah-tambah saat sudah berada di lapangan. Pemilihan hari, kelompok saya memilih untuk hari selanjutnya, yaitu hari Sabtu untuk eksekusi penelitian tersebut. Setelah dirasa semuanya sudah selesai, kami memilih untuk menyudahi diskusi tersebut. Saya merasa ‘excited’ dengan tugas ini, karena baru memasuki minggu-minggu awal perkuliahan, tetapi kami sudah ditugaskan untuk turun ke lapangan.

9

*****

Keesokan harinya, kurang lebih pukul delapan pagi saya sudah berada di kampus Fisipol, tempat kesepakatan untuk berkumpul kelompok. Namun, tetap saja masih harus menunggu teman yang lain, mengingat orang Jogja terbiasa dengan ‘ngaret’ (jam karet), kata lainnya suka terlambat. Itulah salah satu yang saya benci. Di taman Sansiro sendiri untungnya terdapat salah satu teman kelompok saya yang sudah datang. Teman yang satunya lagi ‘katanya’ sedang ke fisipmart. Beberapa menit kemudian datang satu teman tersebut yang dari fisipmart. Hampir lima belas menit berlalu, hingga akhirnya seorang teman lagi menghampiri kami bertiga yang menunggu di taman. Setelah itu, satu jam kemudian dari waktu saya sampai di Fisipol, seseorang yang dianggap ‘ketua’ akhirnya datang. Perasaan dongkol merambat di hati.

Kami langsung berangkat ke tempat tujuan, walaupun masih ada beberapa anggota yang belum datang. Jika tidak disegerakan, maka akan semakin menjauh dari jam yang sudah ditentukan. Tujuan awal kami adalah SD Pogung Lor, daerahnya jauh dari jalan besar atau utama. Begitu kami sampai, kami disambut oleh beberapa penjual yang berjualan di luar SD. Selain itu, ternyata saat kelompok kami datang sepertinya sekolah tersebut sedang memasuki jam istirahat. Waktu saya mulai memasuki area sekolah dengan sebuah kamera di tangan saya, anak-anak yang sedang di luar mulai memandang dengan cahaya ketertarikan.

2

“Mbak, dia katanya minta dipoto lho!” tiba-tiba salah satu dari anak-anak tersebut menyerukan suaranya. “Enggak deng mbak, ‘ngapusi’ dia!” sahut yang lain. Saya hanya terkekeh melihatnya sambil memotret anak-anak tersebut. Teman kelompok saya juga sepertinya tertarik dengan hal tersebut, hingga dia meminta kamera saya untuk bergantian memotret. Seorang guru keluar dari kelas, kami langsung menanyakan apakah kepala sekolah SD tersebut bisa ditemui. Sayangnya, kepala sekolah yang dicari ternyata tengah menjalankan tugas. Akhirnya kami hanya menanyakan beberapa hal terkait Kartu Indonesia Pintar kepada guru tersebut. Jawaban guru itu sebenarnya memuaskan, hanya saja belum ada bukti atau data yang bisa membuktikan.

Kelompok kami memutuskan untuk mencari sekolah lain. Dua sekolah sudah kami datangi dan dari keduanya tidak membuahkan hasil, kepala sekolahnya sedang pergi haji dan seminar. Hal tersebut membuat harapan kami sedikit pupus. Namun, kami tidak begitu saja menyerah karena inilah yang namanya tantangan untuk penelitian.

Berbeda saat kami mendatangi SD Negeri Caturtunggal 1. Belum jadi kami memasuki area sekolah, ada beberapa anak yang sangat antusias menemui saya dan yang lain di luar pagar. Mereka melemparkan pertanyaan yang membuat saya tersenyum. Begitu saya dan kelompok saya masuk ke dalam, lebih banyak anak menghampiri kami dengan berbagai karakter. Membuat saya tidak tahan untuk tidak mengabadikan momen bersama anak-anak SD itu.

1

“Mbaknya, mau ngapain e ke sini?”

“Wah, masnya ganteng yaa!”

“Iya, mbaknya juga cantik kok!”

Saya benar-benar tertawa dengan kelakuan mereka. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain-main dengan mereka. Di lain pihak, ternyata tiga teman saya sudah menemui kepala sekolah SD tersebut dan mewawancarainya. Sayang sekali waktu istirahat sudah habis membuat anak-anak itu harus masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Suasana sepi langsung menghampiri begitu anak-anak hilang dari pandangan.

Sembari menunggu rekan yang lain wawancara, saya sibuk mengambil gambar kondisi sekolah ini. Walupun wawancara sudah selesai, ternyata jawaban yang didaptkan tidak seperti yang diharapkan. Kami mencari sekolah yang mendapatkan persebaran Kartu Indonesia Pintar, tetapi ternyata SD Caturtunggal 1 ini tidak ada siswanya yang mendapatkannya. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi perburuan sekolah ini karena saya juga mempunyai kegiatan lain. Namun, kami tetap bersyukur mendapatkan data yang setidaknya nantinya akan berguna.

5

******

Kegiatan penelitian kecil-kecilan ini dilanjutkan pada hari Selasa karena kami merasa data yang sudah didapatkan belum memuaskan. Untungnya mata kuliah pada hari Selasa, yaitu Institusi Sosial, dosen yang mengampu tidaklah datang. Hal itu membuat jam pelaksanaan penelitian lebih awal dari yang direncanakan.

Pada kesempatan ini, kelompok kami memilih membagi menjadi dua tim. Satu tim mendatangi SD Pogung Lor, sekolah yang sudah kami datangi kemarin Sabtu. Sedangkan tim yang lain mencari sekolah baru. Tim pertama bertugas untuk mencari data yang akurat. Hasilnya adalah lagi-lagi kepala sekolah yang seharusnya dapat ditemui ternyata tidak bisa menepati janji. Di lain pihak, tim yang saya masuki bertugas untuk mencari data sekolah lain, sebagai ‘jaga-jaga’.

Sekolah yang pertama saya datangi, memilih untuk seolah-olah tidak tahu dan tidak mau menanggapi lebih jauh terhadap apa yang kami tanyakan. Sebenarnya kami berniat untuk maju terus sampai mendapatkan apa yang diinginkan, tetapi mengingat kami membawa institusi UGM kami hanya membiarkan sekolah tersebut. Walaupun dalam hati kami semua merasa dongkol dengan jawaban yang diberikan oleh kepala sekolah tersebut. Hal tersebut dikarenakan jawaban yang didapat terkesan ada yang ditutup-tutupi. Membuat kami, khususnya saya, merasa curiga akan hal itu.

Panas matahari yang menyengat tidak meruntuhkan semangat kami untuk mencari sekolah yang lain. Akhirnya semangat tersebut membawa kami sampai pada SMP Negeri 5 Depok Sleman. Di sekolah tersebut, tim kami digiring ke ruang yang layak untuk melakukan wawancara. Kepala sekolah dari SMP 5 Depok ini juga bersedia untuk diwawancarai. Bahkan beliau sangat antusias saat mengetahui bahwa kami berasal dari UGM. Lancar, satu kata yang menggambarkan jalannya wawancara kami, mengalir begitu saja. Bapak kepala sekolahnya juga memberikan informasi yang memang kami cari. Sangat disayangkan ketika staff yang bertugas membawa data-data sedang menjalankan tugas, sehingga kami tidak mendapatkan bukti yang mendukung. Namun, kepala sekolah tersebut memberikan alternatif lain, yaitu kami dapat mendatangi sekolah lagi esok harinya untuk mengambil bukti.

7

Puas akan hasil yang didapat, saya memutuskan menghubungi tim yang lain untuk mengetahui bagaiamana dengan hasil yang mereka dapat. Sama dengan yang kami dapatkan, mereka juga tidak mendapatkan bukti yang mendukung, walau wawancara mereka juga berjalan lancar. Akhirnya kami memutuskan untuk berkumpul kembaali sembari mengisi perut yang keroncongan. Tugas kali ini mendiskusikan terkait hasil yang telah berada di tangan dan membuat bahan untuk presentasi.

Satu hari sebelum hari ekskusi presentasi datang, saya dengan dua teman yang lain memilih untuk mengunjungi SMP 5 Depok kembali. Menagih janji yang telah diberikan oleh kepsek sekolah tersebut. Mengingat kebaikan kepala sekolah SMP 5 Depok ini setidaknya membuat saya dan teman yang lain merasa ringan di hati. Akan tetapi, kenyataan jauh dari ekspektasi yang diharapkan. Kepala sekolah yang kami asumsikan baik dan sangat terbuka akan informasi sekolahnya, kini berbalik 180 derajat. Beliau seakan lupa dengan kunjungan yang kami lakukan kemarin. Bahkan, kepala sekolah itu juga terkesan menutup-nutupi informasi yang seharusnya kami dapakan kembali. Mulai dari sini, perasaan curiga menyambangi diri masing-masing. Kami bertiga mempunyai pemikiran yang sama akan adanya suatu hal di belakang yang tak boleh diketahui. Hal tersebut ditambah dengan alasan kepala sekolah yang menyatakan bahwa staff yang memegang data sedang pergi untuk acara, padahal sebelumnya saya melihat staff tersebut tengah makan di ruang guru.

Akhirnya, kami kembali ke kampus dengan tangan kosong. Setelah merasa bahwa kepala sekolah tersebut terlihat tidak mau diganggu kami memilih menyerah. Sehingga pada hari Rabu mau tidak mau kami menyiapkan presentasi berdasarkan data yang sudah kami dapatkan.

8

******

Hari eksekusi menghadapi Prof. Tadjudin pun datang. Suasana tegang mulai mengambang di seluruh ruang kelas begitu beliau memasuki kelas. Urut-urutan kelompok yang maju terlebih dahulu tidak dikatakan oleh Prof. Tadjudin, tiba-tiba dipanggil begitu saja. Alasan itulah yang membuat suasan tegang makin terasa.

Kelompok saya mendapatkan urutan ketiga. Begitu ‘kelompok 1’ dipanggil, saya dan teman kelompok yang lain langsung cepat-cepat maju dan menyiapkan bahan power point pada komputer yang sudah disiapkan. Presentasi kami berjalan dengan mulus, walau masih ada kekurangan. Kami berhasil menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan teman sekelas juga dari Prof. Tadjudin sendiri. Untuk hasil akhir kami diberikan nilai B+ dan komentar terkait beberapa kekurangan yang kelompok saya punyai. Walaupun seperti itu, kami patut bersyukur karena nilai tersebut adalah nilai tertinggi diantara kelompok yang lain. High-five and hug satu sama lain menjadi penguapan perasaan kami sekelompok.

******

Dari pengalaman tersebut, banyak pelajaran yang bisa saya dapatkan terkait akan penelitian sosial yang nantinya akan dihadapi. Keberanian, komunikasi yang baik, kerja sama, kepekaan, pintar memilih kata, dan hal lainnya adalah yang dibutuhkan supaya penelitian sosial dapat berjalan dengan lancar juga berhasil. Di situ saya merasa masih banyak kekurangan, apalagi dalam hal mencari data yang mendukung dan menghadapi keadaan di mana informan menolak untuk memberikan hal tersebut. Masih perlu belajar pada yang sudah berpengalaman. Selain itu, saya juga merasa bahwa ternyata melakukan penelitian sosial tidak semudah yang dikira.

cropped-logo-1.jpg

 

Tags: , , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published.